Tidak ada arang batu yang menjadi intan tanpa melalui ujian dan dugaan. Hidup yang melalui kesukaran dan dugaan adalah untuk menjadikan kita lebih kuat dan lebih memahami orang lain. Cuma hati yang pernah dilapah yang boleh merasa besarnya erti kasih dan sayang sesama insan dan hanya hati yang pernah diduga sahaja yang mampu menghargai apa yang telah disuratkan oleh Illahi.

Saturday, April 11, 2009

JANGAN BERSEDIH

Oleh : Ulis Tofa,Lc

dakwatuna.com - Ketika suasana dunia dengan beragam problematikanya terasa menyempitkan dada orang beriman, ketika itu hendaknya ia meyakinkan dirinya bahwa ia sedang menuju Allah swt dengan tulus ikhlas. Yakinlah ketika itu suasana akan berubah menjadi gembira, tenang dan percaya akan adanya pertolongan Allah swt. Inilah sunnatullah yang tidak akan pernah berubah dan tidak akan pernah tergantikan.

Ikhlaskan Hidupmu

Kita sudah sangat berpengalaman bahwa faktor pertolongan dan kemenangan itu datang dari dalam diri orang beriman, ketika ia merasa benar-benar ikhlas, ketika itu Allah swt akan campur tangan dengan menurunkan pertolongan, memberikan keberkahan dan kemenangan.

“Hai orang-orang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Muhammad:7)

Sungguh, pertolongan hanya datang dari Allah swt, karena itu hendaknya ma’iyatullah atau merasa bersama Allah swt selalu bersemayam dalam hati, jiwa dan lisan bahkan dalam setiap perbuatan.

Kisah Nabiyullah Musa as membuktikan itu. Ketika ia dengan pengikutnya dikejar-kejar Fir’aun dan bala tentaranya. Pengikutnya bergumam seakan putus asa:“Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: “Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul” (Asy-Syu’ara:61)

Nabi Musa dengan sepenuh keyakinan menjawab, “Sekali-kali tidak akan tersusul, Sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku” (Asy-Syu’ara’:62)
Sikap ma’iyyatullah, merasa ditolong Allah, tenang dan yakin akan campur tangan Allah swt berbuah kemenangan dan kegembiraan.

“Lalu Kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu”. Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar.” (Asy-Syu’ara’:63)
Tak terbayang dalam benak Nabi Musa ketika itu, apa bentuk pertolongan Allah swt. Bahkan kita tidak bisa menebak bentuk pertolongan Allah swt itu, selain adanya informasi dari Al Qur’an, bahwa dengan izin Allah swt laut terbelah yang dengannya Musa selamat, subhanallah.

Pertolongan ini jualah yang Allah swt turunkan pada Nabi Muhammad saw. Sejarah hijrah dari Makkah ke Madinah telah menjadi buktinya. Allah swt berfirman: “Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya.” (At-Taubah:40)

Nabi Muhammad saw ketika itu terusir dari kampung halamannya, semua ia tinggalkan tanpa terkecuali, ia keluar hanya karena Allah dan untuk Allah swt. “(yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua.” (At-Taubah:40)

Ia keluar sepenuh cinta, ikhlas, dan tsiqah atau yakin dengan Penciptnya. Itu terlihat dari perkataan beliau kepada sahabatnya Abu Bakar yang menemaninya, “Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Allah beserta kita.” (At-Taubah:40)

Jargon Hijrah
Subhanallah, di tengah himpitan hidup, kejaran musuh, intaian pedang lawan, Rasulullah saw tetap tenang, ikhlas dan yakin akan pertolongan Allah swt.

Apa yang terjadi setelahnya? Tak terduga, Allah swt menyelamatkan keduanya hanya dengan seekor laba-laba yang sangat lemah dan seekor burung yang bertelur di sangkarnya di mulut gua. Allahu Akbar walillahil hamd.

Inilah syi’ar atau jargon Rasulullah saw di awal hijrahnya: “Jangan bersedih, Allah bersama kita”.

Siapa pun yang merasa bersama Allah swt dengan sebenar-benar keyakinan, ia tidak akan sedih. Untuk apa ia bersedih? Untuk kehidupan, yang Allah swt pengaturnya? Untuk dakwah, yang Allah swt sendiri pemilik dan penolongnya? atau ia bersedih karena dirinya sendiri ? Atau terhadap pengikut-pengikut setan yang Allah swt pasti menghinakannya dan mengadzabnya di dunia dan di akhirat? “Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Allah beserta kita.”

Katakan kepada setiap mukmin: “Angkat muka Anda, yakinlah di jalan Anda, jalan kebenaran, karena Allah bersama Anda. Bisikkan kepada setiap muslim: “Buka lebar-lebar telinga Anda, “Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Allah beserta Anda.”
Inilah jargon setiap mukmin yang menapaki jalan menuju Allah swt., apapun tantangan yang menghadang, jangan bersedih! Apapun kendala merintang. Berlalulah dan jangan gubris. Sabarlah terhadap apa yang menimpamu, karena tujuan masih jauh, yaitu surga penuh kenikmatan menanti.

Dengarlah ayat-ayat Allah swt. “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah:111)

Kriteria Pemenang

Agar kita senantiasa memiliki perilaku ikhlas dan keyakinan akan datangnya pertolongan Allah swt, hendaknya kita memiliki kreteria sebagaimana yang Allah swt firmankan:

“Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji, yang melawat, yang ruku’, yang sujud, yang menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu.”Pertama, Atta’ibun: senantiasa memperbaharui taubat, karena setiap bani Adam pasti salah, dan sebaik-baik orang yang salah adalah orang yang segera beristighfar dan bertaubat.

Kedua, Al’abidun: senantiasa mengabdi kepada Allah swt. Duhai, sejauh mana kita mengabdikan diri kepada-Nya ? Hanya di saat gembira saja, di kala sedih, atau di setiap situasi dan kondisi?

Ketiga, Alhamidun: kondisikan hati untuk senantiasa senang ketika Allah swt memanggil dan menyeru dengan perintah dan larangan. Segeralah menuju Allah swt dengan bersyukur dan suka cita.

Keempat, Assa’ihun: hendaknya senantiasa siap siaga untuk berjihad menegakkan keadilan, menyemai kebahagiaan dan menebar rasa aman di tengah-tengan masyarakat. Tak lupa berjihad mengendalikan hawa nafsu dengan melaksanakan shaum.

Kelima, Arraki’un Assajidun: Ya Allah, jadikan kami termasuk orang-orang yang senantiasa ruku’ dan sujud secara berjama’ah. Ya Allah, jangan halangi kami untuk itu karena sakit atau malas.

Keenam, Al Aamiruna bil ma’ruf wannahuna ’anil munkar: menegakkan yang baik dan melarang yang buruk. Duhai indahnya kedua hal ini bisa dilaksanakan dengan seimbang.
Ketujuh, Alhafidhuna lihududillah: menjaga dan menerapkan hukum-hukum Allah swt, karena tiada satu pun hukum dan perintah Allah swt yang tidak layak diterapkan dan dijalankan dan karena itu membawa manfaat dan jauh dari madharat.

Ketika ketujuh hal di atas dijalankan dengan baik, maka layaklah kita mendapatkan kabar gembira dari Allah swt ”wabasy syiril mukminin”.

Sungguh, ketika rasa takut lenyap dari hati, tatkala rasa sedih menghilang dari jiwa, ketika itu kita merasakan ma’iyyatullah atau bersama Allah swt dan karenanya kita akan mendapatkan pertolongan dan kemenangan dari-Nya.

Inilah hijrah yang sebenarnya, hijrah yang mengantarkan kita kepada percepatan pertolongan Allah swt.

Marhaban, ayolah kita semua, siapapun kita tanpa terkecuali bertaubat, diiringi dengan keseriusan pengabdian kepada Allah swt, yang akan mengikis noda kelam dalam hati secara berangsur. Bangun lisan dengan memperbanyak memuji dan bersyukur. Bantu anggota badan untuk menapaki dakwah ilallah dan perjuangan menegakkan syariat-Nya. Hendaknya kita menjadi ”Qur’an” yang berjalan di muka bumi. Ketika itu, kita akan mendengar lirih suara batu dan pohon memanggil: ”Wahai Muslim, wahai Abdullah, di belakangku ada musuh Allah, perangilah!” sebagaimana yang dijanjikan Rasulullah saw.
Dan pertolongan Allah itu dekat. Kemenangan itu di depan mata. Allahu ’alam.

0 comments: